Masa Kanak-kanak

Ketika dalam rahim, jabang bayi sudah melakukan perjuangan yang berat. Hidup dengan tergantung pada asupan makanan sang ibu. Jabang bayi menunggu sembilan bulan lamanya untuk dapat bebas menghirup udara luar. Dalam gelapnya rahim, jabang bayi berusaha tumbuh dan beraktivitas layaknya bocah yang sudah terlahir didunia. Menendang, mencengkeram, dan cegukan. Jabang bayi bergerak-gerak mengisyaratkan kepada ibunya bahwa dia sudah tak sabar untuk terlahir ke dunia.

Sudah sembilan bulan dalam kandungan, sang bayi menendang ibu nya lagi. Kali ini mengabarkan bahwa “sudah saatnya saya keluar, bu”. Sang ibu dengan perasaan senang bercampur gugup mempersiapkan persalinan kelahiran buah hatinya. Bidan, mantri dan dukun beranak dipanggil, sangking senangnya sang ibu. Sanak keluarga, tetangga terdekat datang menjenguk sambil menunggu proses persalinan. Bapak mondar-mandir kebingungan, dan akhirnya masuk menemani sang ibu. “bersabarlah istriku, sebentar lagi kita akan menggendong buah hati kita”. Sang ibu dibelai kata-kata pemantik agar kuat menjalani proses persalinan. Tak tahu kenapa,  proses persalinannya berlangsung lama. Dari mulai shubuh sang ibu dengan nafas terengah-engah mendorong sang buah hati agar dapat keluar, tapi belum juga bisa keluar.

Saat dokter kandungan mendadak didatangkan ke rumah, ternyata jabang bayi berposisi sungsang saat dalam rahim. Yang membuat susah adalah pantat sang bayi yang keluar duluan, jadi butuh waktu, kekuatan dan stamina banyak untuk mengeluarkan sang bayi hingga keluar. apabila sang ibu sampai kelelahan dan tertidur, bisa berbahaya bagi sang bayi dan ibu itu sendiri. Dengan kesabaran dokter dan sang suami, sang ibu di buat nyaman dan tak terlalu ngoyo ngeden saat mendorong sang bayi. Sampai setelah adzan shubuh tiba, akhirnya terdengar suara sang bayi nyaring menyusuri rumah dan sanak saudara yang akhirnya menginap (sedangkan para tetangga sudah pulang sore-sore), terbangun dan berucap syukur. Sang ibu menangis haru, lalu dengan segera sang bapak baru meng-adzani bayi tersebut.

Bayi itu berkelamin laki-laki, dari awal kelahirannya, entah pantas atau tidak, sang bayi sudah menyulitkan orang tuanya. Namun apa mau dikata, bayi tetaplah bayi, yang kecil, lemah tak berdosa, begitu polos dan lucu, seperti kertas kosong yang masih putih dan bersih. Orang tuanya tetap senang dan haru dengan kehadirannya. Bayi itu juga menjadi buah hati pertama bagi orang tuanya.  Hingga sulit mengungkapkan perasaan senangnya dengan apa, syukur tak terhingga mereka kepada Sang Pencipta.

 Tak mengesampingkan hikmah yang dapat dipetik dari kejadian ini, yakni ungkapan syukur dan rasa terimakasih dari sang bayi kepada kedua orang tuanya. Perjuangan sang ibu, tak ternilai harganya. Air susunya tetap di butuhkan sampai sang bayi mampu mengolah makanannya sendiri.

Sampai setelah tumbuh gigi susu pada sang bayi, akhirnya sang ibu menghentikan asupan ASI kepada sang bayi. Bayi perlahan mulai mengoceh, berkomunikasi dengan ibunya. Lalu bapaknya bertanya, “lhoh,, adek udah bisa ngoceh, ngobrol sama bundanya…”. bapaknya terkejut dan gembira, rumah menjadi hidup dan ramai.

Berlanjut lagi, saat sang bayi tengkurap. Awalnya menangis, tak ada yang membalikkan badan. Bayi itu mulai menggunakan tangan dan siku-siku kakinya untuk berjalan merangkak. Ibu menggandeng tangan sang bayi, dengan tangan mungilnya, sang bayi memegang erat jari-jemari ibunya. Dituntunlah belajar merangkak, dengan air liur yang selalu menetes dan senyum sang bayi, yang mengobati capek sang ibu. Saat bapak pulang kerja, sang bayi menunggu dipangkuan ibunya. Dengan senyuman dan ocehan sang bayi, bapak tersenyum dan menghampiri bayi mungilnya. Menyodorkan tangan untuk menggendongnya. Sang bayi menampik dan berbalik memegang erat dipangkuan ibunya. Bapaknya tertawa.

Hari demi hari bayi itu tumbuh sehat dan menjadi anak yang pintar, membanggakan kedua orang tuanya. Di usia 4-5 tahun, sudah bisa berjalan lancar. Sang bayi yang mulai bandel, berlarian dan mengajak kejar-kejaran bapaknya di halaman depan rumah, sedangkan ibunya menonton di ayunan teras rumah,  tersenyum.

Kedua orang tuanya mengajari do’a sehari-hari. “ayo…. dedek, coba dibaca do’a sebelum makan nya. Udah hafal belum..??” tanya bapaknya. Lalu saat menjelang tidur, sang anak berada diantara bapak dan ibunya. Lampu kamar sudah dipadamkan. “bapak…. aku takut….” sang anak merengek pada bapaknya, ibunya sudah tertidur. Sambil mengelus-elus kepala anaknya, “nggak apa-apa dek, ada bapak, nggak usah takut…”. anak tersebut tertidur memeluk bapaknya.

Saat bapak membelikan sepeda baru, langsung mengajarinya sambil memegang sadel dan setang sepeda dengan hati-hati. Anaknya mengayuh perlahan, sambil didorong dari belakang. Anak itu riang bukan-main. Sepeda yang kecil berwarna biru dengan busa di pegangan setang dan roda bantuan di kanan-kiri. Tak lupa memakai helm berwarna biru juga, dengan gambar Winnie the Pooh (karakter kartun). Sepeda baru, yang membuatnya senang dan berputar-putar di halaman rumah, sambil memamerkan kepada setiap tetangga yang lewat.

Pernah suatu saat bermain, sang ibu yang khawatir karena sudah jam 5 sore, anaknya dipanggil-panggil, dicari di sekitaran rumah. Namun tak juga ketemu. Ditanyakan kepada tetangga, tak ada yang melihat, kata mereka. Mencari ke tempat bermain yang biasanya anaknya berada dengan teman-temannya, di kandang peternakan burung puyuh, tak juga melihatnya. Ada seorang nenek tua, memberitahukan bahwa anaknya sedang berada di sawah bersama teman-temannya. Sang ibu langsung mendatangi anaknya, dengan marah memanggil anaknya untuk pulang. Menggelandangnya dengan paksa hingga menangis. Itulah kali pertama sang ibu marah kepada anaknya. Ibu khawatir.

******

Muh. Ridwan Zein

Ciputat, jumat, 22 november 2014

Tinggalkan komentar